Pengertian
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur
hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratanEropa (civil law) dikenal
pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau
hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common
law) tidak dikenal pembagian semacam ini.
3.1. Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa Hukum
Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari Sejarah
Hukum Perdata Eropa.
Bermula di benua Eropa, terutama
di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Ramawi, disamping adanya Hukum
tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada
waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena keadaan
hukum di Eropa kacau-balau, dimana tiap-tiap daerah selain mempunyai
peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan ini
jelas bahwa tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat ketidak puasan, sehingga
orang mencari jalan kearah adanya kepastian hukum, kesatuan hukum dan
keseragaman hukum. _
Pada tahun 18o4 atas prakarsa
Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bemama
"Code Civil des Francais" yang juga dapat disebut "Code
Napoleon", karena Code Civil des Francais ini adalah merupakan sebagian
dari Code Napoleon
Sebagai petunjuk penyusunan Code
Civil ini dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin,
Domat dan Pothies, disamping itu juga dipergunakan Hukum Bumi Putra Lama, Hukum
Jemonia dan Hukum Cononiek.
Dan mengenai peraturan -
peraturan hukum yang belum ada di Jaman Romawi antara lain masalah wessel,
assuransi, badan-badan hukum. Akhimya pada jaman Aufklarung (Jaman baru sekitar
abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang—Undang tersendiri dengan
nama "Code de Commerce".
Sejalan dengan adanya penjajahan
oleh bangsa Belanda (18o9-181 1), maka Raja Lodewijk Napoleon Menetapkan :
"Wetboek Napoleon Ingerighr Voor het Koninkrijk Holland" yang isinya
mirip dengan "Code Civil des Francais atau Code Napoleon" untuk
dljadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).
Setelah berakhimya penjajahan dan
dinyatakan Nederland disatukan dengan Prancis pada tahun 1811, Code Civil des
Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland).
Oleh Karena perkembangan jaman,
dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini,
bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengadakan kodifikasi dari Hukum
Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya
BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk
Nasional- Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil
des Francais dan Code de Commerce.
Dan pada tahun 1948, kedua
Undang-Undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia
berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum).
Sampai sekarang kita kenal dengan
nama KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk
WVK (Wetboek van koophandle).
3.2. Sejarah Singkat Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari
hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus
Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut
(hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang).
Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu
diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun
sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai
menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda,
berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut
ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan
dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan
pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838
oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
§ BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata-Belanda).
§ WvK [atau yang dikenal dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van
Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin
dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
3.3. Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Ø Pengertian
Yang dimaksud dengan Hukum
Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam
masyarakat.
Perkataan Hukum Perdata dalam
arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan
sebagai lawan dari Hukum Pidana
Untuk Hukum Privat materiil ini
ada juga yang menggunakan dengan perkataan Hukum Sipil, tapi oleh karena
perkataan sipil juga digunakan sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum
digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan Hukum Privat
materiil (Hukum Perdata Materiil).
Dan pengertian dan Hukum Privat
(Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur
hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari
masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung
hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik dalam
hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping Hukum Privat Materiil,
juga dikenal Hukum Perdata Formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP
(Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala
peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan
pengadilan perdata.
Di dalam pengertian sempit
kadang-kadang Hukumi Perdata ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.
Ø Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini
di Indonesia
Mengenai keadaan Hukum Perdata
dewasa ini di Indonesia dapat kita katakan masih beisifat majemuk yaitu masih
beraneka warna Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu :
1. Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat bangsa
Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2. Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal
163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu :
a. Golongan Eropa dan yang dipersamakan.
b. Golongan Bumi Putera (pribumi /bangsa Indonesia asli) dan yang
dipersamakan
c. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Dan pasal
131 .I.S. yaitu mengatur hukum—hukurn yang diberlakukan bagi masing- masing
golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. di atas.
Ø Adapun hukum yang diberlakukan bagi
masing-masing golongan yaitu :
a. Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku'Hukum Perdata dan
Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum
Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkondansi.
b. Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan
berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di
kalangan rakyat, dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut belum tertulis,
tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
c. Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum
masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing
(Cina,India, Arab) diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa
Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum
tertentu saja.
Ø Maksudnya untuk segala golongan warga
negara berlainan sama dengan yang lain. Dapat kita Iihat :
a. Untuk Golongan Bangsa Indonesia Asli
Berlaku Hukum Adat yaitu hukum
yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, hukum yang sebagian besar
masih belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat mengenai
segala hal di dalam kehidupan kita dalam masyarakat.
b. Untuk golongan warga negara bukan asli
yang berasal dari Tionghoa dan Eropa
Berlaku kitab KUHP(Burgerlijk
Wetboek) dan KUHD (Wetboek Van Koophandel), dengan suatu pengertian bahwa bagi
golongan Tionghoa ada suatu penyimpangan, yaitu pada bagian 2 dan 3 dari TITEL
IV dari buku I tentang :
Ø Upacara yang mendahului pernikahan dan
mengenai penahanan pemikahan Hal ini tidak berlaku bagi golongan Tionghoa.
Karena pada mereka diberlakukan khusus yaitu Burgerlijke Stand, dan peraturan
mengenai pengangkatan anak (adopsi).
Selanjutnya untuk golongan warga
negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa atau Eropah (antara lain
Arab, India dan lainnya) berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian—bagian
yang mengenai Hukum Kekayaan Harta Benda (Vermororgensrecht), jadi tidak
mengenai Hukum Kepribadian dan Kekeluargaan (Personen en Familierecht) maupun
yang mengenai Hukum Warisan.
Untuk memahami keadaan Hukum
Perdata di Indonesia perlulah kita mengetahui riwayat politik pemerintah Hindia
Belanda terlebih dahulu terhadap hukum di Indonesia.
Pedoman politik bagi pemerintah
HIindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S)
(Indische Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75 RR
(Regerings reglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
1. Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana besena Hukiun
Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakkan dalam Kitab Undang-undang
yaitu di Kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang- undangan yang
berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi ).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu
Tionghoa, Arab dan lainnya) jika temyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka
menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan
berlaku bagi mereka.
4. Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum
ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan
menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa Penundukan ini
boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatu perbuatan
tertentu saja.
5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam
Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang
berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Berdasarkan pedoman tersebut di atas, di
jaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan Undang-Undang Eropa yang
telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603
lama dari BW yaitu perihal :
— Perjanjian kerja perburuhan : (staatsblat 1879 no 256)
— Pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (staatsblad 1907
no 306)
— Dan beberapa pasal dan WVK
(KUHD) yaitu sebagian besar dari Hukum Laut(Staatsblad 1933 no 49)
Disamping itu ada peraturan-peraturan
yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti :
— Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no 74).
— Organisasi tentang Maskapai
Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no. 717).
Dan ada pula peraturan - peraturan yang
berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu:
- Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
- Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
- Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
- Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98).
3.4. Sistematika Hukum Perdata
Sistematika Hukum Perdata kita
(BW) ada dua pendapat. Pendapat yang penama yaitu, dari pemberlaku
Undang-Undang berisi:
Buku I : Berisi mengenai orang. Di
dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku II : Berisi tentang hal benda. Dan
di dalanmya diatur hukum kebendaan dan hukum waris.
Buku III : Berisi tentang hal perikatan.
Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antara orang-orang atau
pihak-pihak tertentu.
Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan
daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat
hukum yang timbul dari adanya daluwarsa itu.
Pendapat yang kedua menurut ilmu Hukum / Doktrin dibagi dalam 4 bagian
yaitu :
I. Hukum tentang diri seseorang
(pribadi).
Mengatur tentang manusia sebagai subyek
dalam hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan
kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya
tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
II. Hukum Kekeluargaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum
yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu :
— Perkawinan beserta hubungan dalam
lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua
dan anak, perwalian dan curatele.
III. Hukum Kekayaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
Jika kita mengatakan tentang kekayaan
seseorang maka yang dimaksudkan ialah jumlah dan segala hak dari kewajiban
orang itu dinilaikan dengan uang.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas
hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak
Mutlak dan hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja
dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hak mutlak yang memberikan kekuasaan
atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang
tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak
kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat
terlihat.
— Hak seorang pengarang atas karangannya
— Hak seseorang atas suatu pendapat
dalam lapangan Hmu Pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk,
dinamakan hak mutlak saja.
IV. Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan
seseorang jika ia meninggal. Disamping itu Hukum Warisan mengatur akibat-akibat
dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar