Perlakuan-perlakuan akuntansi menyebabkan
penyesuaian-penyesuaian intemasional ini sama beragamnya dengan
prosedur-prosedur translasi yang melatarbelakanginya. Karenanya, solusi-solusi
yang masuk akal atas masalah bagaimana memperlakukan “keuntungan atau kerugian”
translasi ini sangat dibutuhkan.
Pendekatan-pendekatan atas akuntansi bagi
penyesuaian translasi dimulai dari pendekatan deferral (penundaan) hingga
pendekatan yang tidak mengharuskan penundaan sama sekali, dengan
perlakuan-perlakuan hibrida diantara keduanya.
Mayor deferal.Memasukkan
penyesuaian-penyesuaian translasi dalam laba berjalan secara umum umum
ditentang dengan alasan bahwa penyesuaian-penyesuaian tersebut hanyalah produk
dari proses penyajian ulang. Yaitu, perubahan-perubahan dalam valuta domestik
ekivalen dari aktiva bersih perusahaan anak di luar negeri “belum terealisasi”,
tidak memiliki efek atas arus kas valuta lokal yang ditimbulkan oleh entitas di
luar negeri yang mungkin sedang melakukan investasi ulang atau membayar kembali
kepada perusahaan induk. Memasukkan penyesuaian-penyesuaian semacam itu dalam
laba berjalan, dengan demikian, akan menyesatkan. Dalam situasi-situasi ini,
penyesuaian translasi harus diakumulasikan secara terpisah sebagai bagian dari
ekuitas konsolidasi.
Meskipun begitu, pendekatan deferral, mungkin
ditentang dengan alasan bahwa nilai tukar tidak kembali ke keadaan semula
dengan sendirinya. Bahkan jika hal itu terjadi, penyesuaian-penyesuaiati
deferral atau transaksi akan didasari pada prediksi nilai tukar, upaya yang
paling susah dalam praktik. Situasi-situasi bisa timbul dimana hasil-hasil
operasi mengalami salah saji hanya karena kesalahan peramalan. Bagi beberapa
pihak, penundaan kerugian atau keuntungan translasi menutupi perilaku perubahan
nilai tukar; yaitu, perubahan-perubahan kurs merupakan fakta historis dan
pemakai-pemalcai laporan keuanganakan terlayani dengan baik jika dampak-dampak
fluktuasi nilai tukar dicatat ketika dampak-dampak ini muncul. Menurut FAS No.
8(paragraf 199), “Kurs selalu berfluktuasi; akuntansi seharusnya tidak memberi
kesan bahwa kurs tersebut stabil”.
Deferral dan Amortisasi. Beberapa pengamat
menyukai penundaan keuntungan dan kerugian translasi dan mengamortisasikan
penyesuaian-penyesuaian ini selama usia item-item neraca yang bersangkutan.
Apresiasi marka terhadap dolar antar tanggal konsolidasi menghasilkan kerugian
translasi. Berdasarkan asumsi bahwa biaya dari aset termasuk pengorbanan yang
diperlukan untuk mengurangi dan menghapus kewajiban yang terkait, kerugian
translasi akan diperlakukan sebagai bagian dari biaya aset yang bersangkutan
dan diamortisasikan menjadi beban selama usia produktif aset Tersebut.
No deferral. Pilihan ketiga dalam akuntansi
bagi keuntungan dan kerugian translasi adalah dengan mengakui kerugian atau
keuntungan tersebut dalam laporan laba-rugi secepatnya. Penundaaan macam apapun
dianggap semu dan menyesatkan. Selain itu, kriteria-kriteria penundaan dianggap
tidak mungkin diimplementasikan dan secara internal tidak konsisten. Jadi,
pendekatan tradisionalnya adalah mengakui kerugian dengan segera tetapi hanya
mengakui keuntungan sejauh keuntungan tersebut telah terealisasi. Walaupun
bersifat konservatif, penundaan keuntungan translasi semata-mata dilakukan
karena keuntungan “menolak” bahwa perubahan kurs telah terjadi.
Memasukkan keuntungan dan kerugian translasi
dalam laba berjalan, sayangnya, berarti melibatkan elemen random dalam laba
yang bisa mengakibatkan gejolak laba yang signifikan setiap kali nilai tukar
berubah. Selain itu, memasukkan keuntungan dan kerugian “di atas kertas”
semacam itu ke dalam laba yang dilaporkan bisa menyesatkan pembaca laporan
keuangan, karena penyesuian-penyesuaian ini tidak selalu menyediakan informasi
yang cocok dengan dampak ekonomi yang diharapkan dari perubahan kurs atas arus
kas perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar