Menurut bahasa Yunani Kuno, etika
berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah
cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi
mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan
konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika terbagi
menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif
(studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai
etika/
Auditing adalah suatu proses dengan
apa seseorang yang mampu dan independent dapat menghimpun dan mengevaluasi
bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu kesatuan ekonomi dengan
tujuan untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari keterangan
yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Etika dalam auditing adalah suatu proses yang sistematis
untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
asersi-asersi kegiatan ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian
antara asersi-asersi tersebut, serta penyampaian hasilnya kepada pihak-pihak
yang berkepentingan.
Independensi
Independensi adalah keadaan bebas
dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang
lain (Mulyadi dan Puradireja, 2002: 26).
Dalam SPAP (IAI, 2001: 220.1)
auditor diharuskan bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena
ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan di dalam hal ia
berpraktik sebagai auditor intern).
Terdapat
tiga aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut :
1) Independence in fact (independensi dalam fakta)
Artinya
auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan
objektivitas.
2) Independence in appearance (independensi dalam
penampilan)
Artinya
pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
3) Independence in competence (independensi dari sudut
keahliannya)
Independensi dari sudut pandang
keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
Tujuan Audit Atas Laporan Keuangan Oleh Auditor Independen
Tujuan
audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk
menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi
auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk
menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan
pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan
apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia mengharuskan auditor menyatakan apakah,
menurut pendapatnya, laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia dan jika ada, menunjukkan adanya
ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan
keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi
tersebut dalam periode sebelumnya.
Perbedaan Tanggung Jawab Auditor Independen Dengan Tanggung Jawab
Manajemen.
Auditor
bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh
keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji
material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.1 Oleh karena
sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh
keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saj i material terdeteksi.2
Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna
memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh
kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.
Auditor adalah
seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan
keuangan dan
kegiatan suatu perusahaan atau organisasi.
Tanggung Jawab Auditor
The
Auditing Practice Committee,
yang merupakan cikal bakal dari Auditing Practices Board, ditahun
1980, memberikan ringkasan (summary) tanggung jawab auditor:
§ Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan,
mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
§ Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan
pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan
keuangan.
§ Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan
reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
§ Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada
pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu
dan melakukan compliance test.
§ Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang
laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan
yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar
rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.
Opini Auditor
Munawir
(1995) terhadap hasil audit memberikan beberapa pendapat sepotong-sepotong
auditor, antara lain:
§ Pendapat Wajar Tanpa Bersyarat.
Pendapat ini hanya dapat diberikan bila auditor berpendapat bahwa berdasarkan
audit yang sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan adalah
sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), tidak terjadi
perubahan dalam penerapan prinsip akuntansi (konsisten) dan mengandung
penjelasan atau pengungkapan yang memadai sehingga tidak menyesatkan
pemakainya, serta tidak terdapat ketidakpastian yang luar biasa (material).
§ Pendapat Wajar Dengan Pengecualian.
Pendapat ini diberikan apabila auditor menaruh keberatan atau pengecualian
bersangkutan dengan kewajaran penyajian laporan keuangan, atau dalam keadaan
bahwa laporan keuangan tersebut secara keseluruhan adalah wajar tanpa kecuali
untuk hal-hal tertentu akibat faktor tertentu yuang menyebabkan kualifikasi
pendapat (satu atau lebih rekening yang tidak wajar).
§ Pendapat Tidak Setuju. Adalah suatu
pendapat bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar keadaan keuangan
dan hasil operasi seperti yang disyaratkan dalam Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Hal ini diberikan
auditor karena pengecualian atau kualifikasi terhadap kewajaran penyajian
bersifat materialnya (terdapat banyak rekening yang tidak wajar).
§ Penolakan Memberikan Pendapat.
Penolakan memberikan pendapat berarti bahwa laporan audit tidak memuat pendapat
auditr. Hal ini bisa diterbitkan apabila: auditor tidak meyakini diri atau ragu
akan kewajaran laporan keuangan, auditor hanya mengkompilasi pelaporan keuangan
dan bukannya melakukan audit laporan keuangan, auditor berkedudukan tidak
independent terhadap pihak yang diauditnya dan adanya kepastian luar biasa yang
sangat mempengaruhi kewajaran laporan keuangan.
§ Pendapat Sepotong-sepotong. Auditor
tidak dapat memberikan pendapat sepotong-sepotong. Hasil auditnya hanya akan
memberikan kesimpulan bahwa laporan keuangan yang diaudit secara keseluruhan.
Dalam praktek sehari-hari, tidak
jarang ditemukan kesalahpahaman klien yang menganggap laporan keuangan adalah
merupakan tanggung jawab auditor sepenuhnya karena merupakan produk dari hasil
pekerjaan auditor. Dalam proses penerbit audit report, auditor memang sering
membantu klien mempersiapkan draft laporan keuangan, sebagaian ataupun
seluruhnya, sehingga klien menganggap bahwa laporan keuangan adalah merupakan
tanggung jawab auditor.
Referensi
:
1.
Agoes,.
S,. 2004, Auditing Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik,
Jilid 1, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
2.
Budisusetyo,
S. 2004. Internal Auditor dan Dilema Etika: Pentingnya pengalaman,
Komitment Profesional dan Orientasi Etika Auditor serta Nilai Etika Organisasi,
Tesis, Universitas Airlangga.
3.
Davis,
C. E. 1997 “Experience and the Organizaztion of Auditors Knowledge”, Managerisl
Auditing Journal, Vol. 12 No. 8, hal. 411-422
Tidak ada komentar:
Posting Komentar