1.
Benturan
Kepentingan ( Conflict of
Interest )
Benturan kepentingan adalah perbedaan
antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi
Direktur, Komisaris atau pemegang saham utama di suatu perusahaan. Benturan
kepentingan ini dapat dikategorikan menjadi 8 jenis situasi sebagai berikut.
a) Segala
konsultasi atau hubungan lain yang signifikan atau berkeinginan mengambil andil
di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing ( competitor ).
b) Segala
kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
c) Segala
hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan
keluarga ( family ) dengan perusahaan yang dikontrol
oleh personal tersebut.
d) Segala
posisi dimana karyawan dan pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh ( control ) terhadap evaluasi hasil
pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga.
e) Segala
penggunaan pribadi maupun berbagai informasi rahasia perusahaan demi suatu
kepentingan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang atau
produk milik perusahaan yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
f) Segala
penjualan atau pembelian perusahaan yang menguntungkan pribadi.
g) Segala
penerimaan dari keuntungan seseorang atau organisasi atau pihak ketiga yang
berhubungan dengan perusahaan.
h) Segala
aktivitas yang berkaitan dengan insider
trading atas perusahaan yang
telah go public yang merugikan pihak lain.
Apabila situasi yang telah disebutkan
terjadi atau apabila individu tidak yakin apakah suatu situasi yang sedang
terjadi merupakan benturan kepentingan, maka harus segera dilaporkan hal – hal
yang terkait dengan situasi tersebut kepada petugas kepatuhan perusahaan.
Apabila manajemen senior perusahaan menetapkan bahwa situasi tersebut
menimbulkan kepentingan, maka mereka harus segera melaporkan benturan
kepentingan ini kepada komite pemeriksa. Berikut ini merupakan beberapa upaya
suatu perusahaan atau organisasi dalam menghindari benturan kepentingan adalah
sebagai berikut.
§ Menghindari
diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan
pribadi dengan perusahaan.
§ Mengusahakan
lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat menimbulkan
potensi penyimpangan kegiatan pemupukan.
§ Menyewakan
properti pribadi kepada perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan
kegiatan pemeliharaan.
§ Mengungkapkan
dan melaporkan setiap kepentingan di luar pekerjaan perusahaan.
§ Memiliki
bisnis pribadi yang sama dengan perusahaan.
§ Menghormati
hak setiap insane perusahaan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja, di luar
pekerjaan dari perusahaan dan yang bebas dari benturan kepentingan.
§ Tidak
akan memegang jabatan dalam suatu lemaga atau institusi lain di luar perusahaan
dalam bentuk apapun, kecuali telah mendapat persetujuan tertulis dari yang
berwenang.
§ Menghindari
diri dari memiliki kepentingan keuangan maupun non keuangan pada suatu
perusahaan atau organisasi pesaing dengan cara.
§ Menghindari
situasi atau perilaku yang dapat menimbulkan kesan, spekulasi atau kecurigaan
adanya benturan kepentingan.
§ Mengungkapkan
atau melaporkan setiap kemungkinan benturan kepentingan pada suatu kontrak yang
telah disetujui maupun yang belum disetujui.
§ Tidak
akan menginvestasikan dana atau melakukan ikatan bisnis pada individu atau
pihak lain yang mempunyai keterkaitan bisnis secara langsung ,aupun tidak
langsung.
2.
Etika
dalam Tempat Kerja
Kewajiban moral utama sebagai pegawai
adalah bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari berbagai kegiatan
yang akan mengancam tujuan tersebut. Dalam hal ini, etika bisnis sangat penting
untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan untuk memberikan citra
positif terhadap lingkungan perusahaan. Hal demikian dibuktikan dengan ungkapan
John Rockefeller seorang industriawan terkemuka Amerika ( 1870 ) pendiri cikal
bakal Exxon Mobile,
“Kemampuan bertatakrama terhadap oranglain akan saya nilai lebih tinggi
daripada kemampuan – kemampuan lain”. Berikut akan disebutkan beberapa bentuk
etika yang harus dilaksanakan dalam tempat kerja.
§ Menghormati
budaya kerja di perusahaan
§ Menghormati
senior dan lakukan sebagaimana mestinya tanpa bersikap berlebihan.
§ Hormati privacy orang lain
§ Hormati
cara pandang orang lain
§ Tangani
beban pekerjaan masing – masing
§ Bersikap
sopan terhadap seluruh orang yang ada di dalam perusahaan tersebut.
§ Tidak
semena – mena menggunakan fasilitas kantor
3.
Aktivitas
Bisnis Internasional – Masalah Budaya
Seorang pemimpin
memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu bukanlah
sesuatu yang kabur dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan konkrit.
Jadi, budaya itu adalah tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah laku dalam
mereka melakukan sesuatu. Tidaklah mengherankan, bila sama-sama
kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang
dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik
dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat
bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka
sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya). Semua karena
percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin. Maka timbul
paradigma, mengubah budaya perusahaan itu sendiri. Budaya perusahaan memberi kontribusi
yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan
merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya
dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula mendorong
terciptanya prilaku yang tidak etis.
4.
Akuntabilitas
Sosial
Akuntabilitas sosial merupakan proses
keterlibatan yang konstruktif antara warga negara dengan pemerintah dalam
memeriksa pelaku dan kinerja pejabat publik, politisi dan penyelenggara
pemerintah. Tujuan dari akuntabilitas sosial adalah sebagai berikut.
a) Untuk
mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi
masyarakat yang ditimbulkan oleh berbagai aktivitas yang berkaitan dengan
produksi perusahaan.
b) Untuk
mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungan
mencakup financial danmanagerial social accounting, social auditing.
c) Untuk
menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu
hasil yang relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu
perusahaan.
Guna mewujudkan
maksimalisasi kinerja akuntabilitas sosial terdapat beberapa faktor yang sering
dijadikan sebagai syarat pokok bagi pelaksanaan akuntabilitas sosial, antara
lain.
1) Keberadaan Mekanisme yang Menjembatani
Hubungan antara Negara dan
Masyarakat
Usaha untuk
mewujudkan akuntabilitas sosial dalam praktek pemerintahan banyak bertumpu pada
ada tidaknya sejumlah mekanisme yang mampu menjembatani hubungan antara negara
dan masyarakat. Mekanisme ini mempunyai makna strategis, sebab, pertukaran
informasi, dialog dan negosiasi dapat dilakukan oleh berbagai elemen baik dari
negara maupun dari masyarakat melalui sejumlah mekanisme tersebut. Keberadaan
mekanisme yang menjembatani hubungan negara dan masyarakat ditingkatan
operasional dapat dijadikan sebagai instrumen untuk memperkenalkan cara-cara
baru, kesempatan baru serta program baru bagi interaksi negara dan masyarakat
yang sederhana dan efektif. Selain itu, keberadaan mekanisme ini digunakan
untuk memperbaiki, memperbarui serta mereformasi berbagai mekanisme, sistem dan
aktor yang telah ada dan dianggap usang. Contoh kongkret dari mekanisme yang
menjembatani hubungan antara negara dan masyarakat adalah keberadaan Dinas
Komunikasi dan Informasi dari setiap Pemerintah Kabupaten dan Kota. Dinas ini
dibentuk tidak untuk pengendalian informasi, namun justru untuk meniadakan
informasi yang asimetris antara negara dan masyarakat.
2)
Keinginan
dan Kapasitas dari Warga Negara dan Aktor-aktor Civil Society yang Kuat untuk
Secara
Aktif Terlibat dalam Proses Akuntabilitas Pemerintah
Adanya keinginan dan kapasitas yang kuat
dari warga negara dan aktor-aktor Civil Society untuk terlibat dalam proses
akuntabilitas pemerintah merupakan prasyarat penting bagi terwujudnya
akuntabilitas sosial. Faktor ini sering kali berbenturan dengan sejumlah
persoalan seperti: fakta lemahnya elemen Civil Society dan adanya pemikiran bahwa warga negara
kurang berdaya.
3)
Keinginan
dan Kapasitas dari Politisi dan Birokrat untuk Mempertimbangkan Masyarakat
Keberadaan faktor ini menjadi penting
karena hambatan terbesar bagi perwujudan akuntabilitas sosial sering kali
berasal dari keengganan para politisi dan birokrat untuk membuka semua
informasi serta mendengarkan setiap pendapat masyarakat. Banyak pengalaman yang
menunjukkan bahwa kepekaan politisi dan birokrat terhadap aspirasi masyarakat
dapat merubah pola interaksi antara negara dan masyarakat. Pada titik ini, pola
interaksi kedua elemen tersebut dapat semakin disinergikan sehingga terbentuk
sebuah pola interaksi yang bersifat timbal balik antara aktor-aktor yang
berasal dari negara maupun masyarakat.
4)
Lingkungan
yang Memungkinkan
Proses perwujudan akuntabilitas sosial
juga menuntut adanya lingkungan politik, ekonomi dan budaya yang memadai. Pada
dunia politik, sebuah proses akuntabilitas sosial tidak mungkin berhasil jika
tidak didukung oleh keberadaan rezim yang demokratis, adanya sistem multi
partai serta pengakuan legal - formal dari hak - hak sipil dan politik dari
warga negara. Demikian juga dalam dunia ekonomi dan budaya, sebuah upaya
perwujudan akuntabilitas sosial akan menjadi sia - sia ketika lingkungan sosial
dan ekonomi tidak menyediakan kesempatan bagi warga negara untuk memperoleh
akses partisipasi yang sama di kedua dunia tersebut.
5.
Manajemen
Krisis
Krisis merupakan
suatu kejadian besar dan tidak terduga yang memiliki potensi untuk berdampak
negatif maupun positif. Kejadian ini bisa saja menghancurkan organisasi,
karyawan, produk, jasa, kondisi keuangan dan reputasi . Krisis merupakan
keadaan yang tidak stabil dimana perubahan yang cukup menentukan mengancam,
baik perubahan yang tidak diharapkan ataupun perubahan yang diharapkan akan
memberikan hasil yang lebih baik . Organisasi yang memikirkan dampak negatif
yang mungkin ditimbulkan dari suatu krisis akan berusaha untuk mempersiapkan
diri sebelum krisis tersebut terjadi. Bahkan ada peluang dimana organisasi
dapat mengubah krisis menjadi suatu kesempatan untuk memperoleh dukungan
publik. Sebab, krisis terjadi apabila ada
benturan kepentingan antara organisasi dengan publiknya. Secara umum, dapat
dijelaskan bahwa penyebab krisis adalah.
Sebab umum :
-
Gangguan
kesejahtraan dan rasa aman.
- Tanggung jawab sosial diabaikan.
Sebab khusus :
-
Kesalahan
pengelola yang mengganggu lapisan bawah.
-
Penurunan
profit yang tajam.
-
Penyelewengan.
-
Perubahan
permintaan pasar.
-
Kegagalan
atau penarikan produk.
-
Regulasi
dan deregulasi.
- Kecelakaan atau bencana alam.
Suatu krisis menurut pendapat Steven
Fink (1986) dapat dikategorikan kedalam empat level perkembangan, yakni :
1). Masa pre-krisis
Suatu krisis
yang besar biasanya telah didahului oleh suatu pertanda bahwa bakal ada krisis
yang terjadi. Masa terjadinya atau munculnya pertanda ini disebut masa
pre-krisis.Seringkali tanda-tanda ini oleh karyawan yang bertugas sudah
disampaikan kepada pejabat yang berwenang, tetapi oleh pejabat yang berwenang
tidak ditanggapi. Oleh karena sipelapor merasa laporannya tidak ditanggapi dia
ikut diam saja. Bila keadaan yang lebih buruk terjadi dia lebih baik memilih
diam daripada laporan dia tidak ditanggapi. Kasus terjadinya kebocoran gas
racun pabrik Union Carbide di Bhopal, India (terkenal dengan nama tragedy
Bhopal) yang merenggut lebih dari 2000 jiwa, telah diantisipasi oleh petugas.
Kebocoran yang terjadi di pabrik Union Carbide di tempat lain tidak diteruskan
ke pabrik di Bhopal. Laporan yang tidak disampaikan itu menyebabkan terjadinya
malapetaka tersebut.Cukup sering terjadi, malapetaka yang besar sudah deketahui
gejalanya oleh orang yang berwenang, tetapi didiamkan saja tanpa diambil
tindakan. Kalau sekiranya tindakan koreksi segera diambil maka kejadian yang
akibatnya fatal tersebut dapat dihindarkan. Mengatasi krisis yang paling baik
adalah disaat pre-krisis ini terjadi. Seringkali suatu krisis sudah
diantisipasi bakal terjadi, namun tidak ada cara untuk menghindarinya. Misalnya
kasus kapal di laut yang akan dilanda oleh topan, dan tidak ada jalan keluar
kecuali menghadapi topan tersebut. Namun oleh karena sudah diantisipasi
terjadinya, sang nakhoda akan lebih siap menghadapi krisis tersebut. Misalnya
mengarahkan kapalnya ke batu karang. Dari contoh ini kita dapat menarik
pelajaran bahwa menghadapi krisis yang tidak terelakkan bila kita sudah tahu,
kita akan lebih siap.
2). Masa Krisis Akut (Acute stage).
Bila pre-krisis tidak dideteksi dan tidak diambil
tindakan yang sesuai maka masa yang paling ditakuti akan terjadi. Kasus biskuit
beracun setelah korban berjatuhan, misalnya cepat sekali mendapat sorotan media
massa sebagai suatu berita yang hangat dan masuk halaman pertama. Keadaan yang
demikian akan menimbulkan suasana yang paling kritis bagi perusahaan, khususnya
bagi perusahaan yang produknya tercemar racun. Informasi tersebut berkembang
dengan cepat dikalangan masyarakat dari mulut ke mulut. Setelah itu berkembang
masalah baru berupa ‘rumor’ bahwa banyak makanan lain yang ikut tercemar.
Beberapa bahan makanan yang dilaporkan tercemar
racun adalah minyak goreng, bakso, bakmi, rokok, dan beberapa jenis jajanan
pasar. Memang isu keracunan ini akan merembet ke makanan yang sejenis Hal ini
disebut dengan proses generalisasi. Fenomena generalisasi ini juga terjadi pada
pabrik yang mempunyai cabang di tempat lain, atau pabrik yang memproduksi
barang yang hampir sama.
Pada masa krisis akut ini tugas utama perusahaan
adalah menarik produk secepat mungkin agar tidak ada lagi korban yang menjadi
korban produk. Pada masa ini tugas perusahaan bukanlah diprioritaskan untuk
mencari penyebab kenapa masalah itu terjadi. Tetapi tugas pokoknya adalah
mengontrol semaksimal mungkin agar jatuhnya korban dapat ditekan.Masa krisis
akut ini jika dibandingkan dengan masa krisis kronis jauh lebih singkat. Tetapi
masa akut adalah masa yang paling menegangkan dan paling melelahkan anggota tim
yang menangani krisis.
3). Masa kronis krisis.
Masa ini adalah masa pembersihan akibat dari krisis
akut. Masa ini adalah masa recovery,
masa mengintrospeksi kenapa krisis sampai terjadi. Masa ini bagi mereka yang
gagal total menangani krisis adalah masa kegoncangan manajemen atau masa
kebangkrutan perusahaan. Bagi mereka yang bisa menangani krisis dengan baik ini
adalah masa yang menenangkan.Masa kronis berlangsung panjang, tergantung pada
jenis krisis. Masa kronis adalah masa pengembalian kepercayaan publik terhadap
perusahaan.
4). Masa kesembuhan dari krisis.
Masa ini adalah masa perusahaan sehat kembali
seperti keadaan sediakala. Pada fase ini perusahaan akan semakin sadar bahwa
krisis dapat terjadi sewaktu-waktu dan lebih mempersiapkan diri untuk
menghadapinya.
Sumber: