Kamis, 26 April 2012

12. PERLINDUNGAN KONSUMEN


12.1. Pengertian Konsumen
Menurut Undang-undang no.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen : Pasal 1 butir 2 :
“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Menurut Hornby : “Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa; seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu; sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang ; setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.

Didalam realitas bisnis seringkali dibedakan antara :
Ø  Consumer (konsumen) dan Custumer (pelanggan).
§  Konsumen adalah semua orang atau masyarakat. Termasuk pelanggan.
§     Pelanggan adalah konsumen yang telah mengkonsumsi suatu produk yang di produksi oleh produsen tertentu.
Ø  Konsumen Akhir dengan Konsumen Antara :
§  Konsumen akhir adalah Konsumen yang mengkonsumsi secara langsung produk yang diperolehnya;
§   Konsumen antara adalah konsumen yang memperoleh produk untuk memproduksi produk lainnya.

12.2. Azas Dan Tujuan
Ø  Azas Perlindungan Konsumen
§    Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
§      Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
§        Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
§   Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
§       Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Ø  Tujuan Perlindungan Konsumen Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang no. 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan ini adalah :
§    Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
§   Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
§   Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
§  Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
§    Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
§  Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

12.3. Hak Dan Kewajiban Konsumen
Ø Hak-hak Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
Ø Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
Ø Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
Ø Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
Ø Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
Ø Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
Ø Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
Ø Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
Ø Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
Ø Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Ø Kewajiban Konsumen tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memuat kewajiban konsumen, antara lain :
§  Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
§   Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
§   Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
§   Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

12.4. Hak Dan  Kewajiban Pelaku Usaha
Ø Hak Pelaku Usaha Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-undang perlindungan konsumen  adalah:
§   hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
§   hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
§   hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
§   hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
§   hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Ø kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 Undang-undang perlindungan konsumen  adalah:
§   beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
§   memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
§   memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
§   menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
§   memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
§   memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
§   memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

12.5. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
1.   Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan peraturan yang berlaku ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya, Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang  dan/atau jasa yang menyangkut :
berat bersih, isi bersih dan jumlah dalam hitungan;kondisi, jaminan, Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa, Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan "halal", Tidak memasang label/membuat penjelasan, Rusak, cacat atau bekas dan tercemar.
2.  Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa :
Secara tidak benar, Dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, Langsung/tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap, Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti, Dengan harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, Dengan menjanjikan hadiah cuma-Cuma, Dengan menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa lain,
3. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan,mengiklankan  atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan.
4.  Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian.
5.  Dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
6.  Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen.

12.6. Klausan Baku Dalam Perjanjian
Klausa Baku dalam Perjanjian Sehubungan dengan perlindungan terhadap konsumen, yang perlu mendapat perhatian utama dalam perjanjian baku adalah mengenai klausula eksonerasi (exoneratie klausule exemption clausule) yaitu klausula yang berisi pembebasan atau pembatasan pertanggung jawaban dari pihak pelaku usaha yang lazimnya terdapat dalam jenis perjanjian tersebut.
Menurut Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan mengenai klausula-klausula yang dilarang dicantumkan dalam suatu perjanjian baku yaitu:
a.   menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b.   menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c.   menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d.   menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e.   mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f.   memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g.   menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h.   menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

12.7. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Pengertian tanggung jawab produk (pelaku usaha), sebagai berikut, ”Tanggung jawab produk adalah tanggung jawab para produsen untuk produk yang  telah dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan/ menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut.“           
Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab produk dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ketentuan Pasal 19 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merumuskan tanggung jawab produsen sebagai berikut:
1.   Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2.  Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.  Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
4.  Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan. (50 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”

12.8. Sanksi – Sanksi
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Ø Sanksi Perdata
Ganti rugi dalam bentuk :
§   Pengembalian uang atau
§   Penggantian barang atau
§   Perawatan kesehatan, dan/atau
§   Pemberian santunan
§   Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi

Ø Sanksi Administrasi
§   maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Ø Sanksi Pidana
§   Kurungan Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17  ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
§   Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
§   Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
Ø Hukuman tambahan , antara lain :
§   Pengumuman keputusan Hakim
§   Pencabuttan izin usaha;
§   Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
§   Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
§   Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat . 

Sumber :

Minggu, 22 April 2012

11. HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)

11.1. Pengertian
Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.

11.2. Prinsip-prinsip hak kekayaan intelektual
a.  Prinsip Keadilan (The Principle of Natural Justice)
Berdasarkan prinsip ini, hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingan yang disebut hak. Pencipta yang menghasilkan suatu karya bedasarkan kemampuan intelektualnya wajar jika diakui hasil karyanya.
b.  Prinsip Ekonomi (The Economic Argument)
Berdasarkan prinsip ini HAKI memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi kehidupan manusia. Nilai ekonomi pada HAKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya, pencipta mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya seperti dalam bentuk pembayaran royalti terhadap pemutaran musik dan lagu hasil ciptanya.
c.  Prinsip Kebudayaan (The Cultural Argument)
Berdasarkan prinsip ini, pengakuan atas kreasi karya sastra dari hasil ciptaan manusia diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat berguna bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia. Selain itu, HAKI juga akan memberikan keuntungan baik bagi masyarakat, bangsa maupun negara.
d.  Prinsip Sosial (The Social Argument)
Berdasarkan prinsip ini, sistem HAKI memberikan perlindungan kepada pensipta tidak hanya untuk memenuhi kepentingan individu, persekutuan atau kesatuan itu saja melainkan berdasarkan keseimbangan individu dan masyarakat. Bentuk keseimbangan ini dapat dilihat pada ketentuan fungsi sosial dan lisensi wajib dalam undang-undang hak cipta Indonesia.

11.3. Klasifikasi hak kekayaan intelektual
Berdasarkan WIPO, HAKI dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1.         Hak Cipta ( copyrights )
Hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta suatu karya (misal karya seni untuk mengumumkan, memperbanyak, atau memberikan izin bagi orang lain untuk memperbanyak ciptaanya tanpa mengurangi hak pencipta sendiri.
2.       Hak Kekayaan Industri ( industrial property rights )
Hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.

11.4. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual Di Indonesia
Peraturan hukum terhadap HAKI di Indonesia dapat ditemukan dalam :
1.         Undang – undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2.       Undang – undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3.       Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4.       Undang – undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman.
5.       Undang – undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
6.       Undang – undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.
7.       Undang – undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

11.5. Hak Cipta ( copyrights )
Hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta suatu karya (misal karya seni untuk mengumumkan, memperbanyak, atau memberikan izin bagi orang lain untuk memperbanyak ciptaanya tanpa mengurangi hak pencipta sendiri.
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap.
Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta.
A.         Bentuk dan Lama Perlindungan
Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut kecuali dengan seijin Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta pada umumnya berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Namun demikian, pasal 30 UU Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan:
Ø   program komputer;
Ø   sinematografi;
Ø   fotografi;
Ø   database; dan
Ø   karya hasil pengalihwujudan
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
B.         Pelanggaran dan Saksi
Dengan menyebut atau mencantumkan sumbernya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta atas:
a.       penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b.       pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
c.       pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
a.     ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
b.  pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
c.   perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
d.   perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
e.   perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
f.        pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak  melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah:
a.     Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran  Hak Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda   maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
b.   Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

11.6. Hak Paten
Paten, yakni hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta di bidang teknologi. Hak ini memiliki jangka waktu (usia sekitar 20 tahun sejak dikeluarkan), setelah itu habis masa berlaku patennya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten:
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 ayat 1).

11.7. Hak Merk
Merk dagang, hasil karya, atau sekumpulan huruf, angka, atau gambar sebagai daya pembeda yang digunakan oleh individu atau badan hukum dari keluaran pihak lain.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek :
Merk adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka- angka, susunanwarna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.(Pasal 1 Ayat 1).
Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. (Pasal 3)

11.8. Hak Desain Industri
Hak desain industri, yakni perlindungan terhadap kreasi dua atau tiga dimensi yang memiliki nilai estetis untuk suatu rancangan dan spesifikasi suatu proses industri
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri :
Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesiakepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 Ayat 1)

11.9. Rahasia Dagang
Rahasia dagang, yang merupakan rahasia yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau individu dalam proses produksi
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang :
Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang. (Pasal 1 Ayat 1)
Hak Rahasia Dagang adalah hak atas rahasia dagang yang timbul berdasarkan Undang-Undang ini. (Pasal 1 Ayat 2)

Sumber :